Kamis, 01 Juli 2010

Kekuatan tanpa kekerasan

Waktu itu saya masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tua di
sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya, di tengah-tengah kebun
tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika Selatan. Kami tinggal jauh di
pedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tak heran bila saya dan dua
saudara perempuan saya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke
kota untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop.
Suatu hari, ayah meminta saya mengantarkan beliau ke kota untuk menghadiri konferensi
sehari penuh. Dan, saya sangat gembira dengan kesempatan itu. Tahu bahwa saya akan pergi ke kota, ibu memberikan daftar belanjaan yang ia perlukan. Selain itu, ayah juga meminta saya untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang lama tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel.
Pagi itu, setiba di tempat konferensi, ayah berkata, "Ayah tunggu kamu di sini pukul 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama."
Segera saja saya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan oleh ayah.
Kemudian, saya pergi ke bioskop. Wah, saya benar-benar terpikat dengan dua permainan John
Wayne sehingga lupa akan waktu. Begitu ingat, jam telah menunjukkan pukul 17.30, langsung saya berlari menunju bengkel mobil dan terburu-buru menjemput ayah yang ternyata sudah menunggu saya. Saat itu sudah hampir pukul 18.00.
Dengan gelisah ayah menanyai saya, "Kenapa kau terlambat?"
Saya sangat malu untuk mengakui bahwa saya menonton film John Wayne sehingga saya
menjawab, "Tadi, mobilnya belum selesai sehingga saya harus menunggu."
Padahal, ternyata tanpa sepengetahuan saya, ayah telah menelepon bengkel mobil itu. Dan, kini
ayah tahu kalau saya berbohong. Lalu ayah berkata, "Ada sesuatu yang salah dalam
membesarkan kamu sehingga kamu tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran
pada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkan nhal ini baik-baik."
Lalu, dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya, ayah mulai berjalan kaki pulang ke
rumah. Padahal hari sudah gelap, sedangkan jalanan sama sekali tidak rata. Saya tidak bisa meninggalkan ayah, maka selama lima setengah jam, saya mengendarai mobil pelan-pelan dibelakang beliau, melihat penderitaan yang dia alami hanya karena kebohongan bodoh yang saya lakukan.
Sejak itu saya tidak pernah berbohong lagi. Tobat, sesungguhnya. Seringkali saya berpikir
mengenai episode ini dan merasa heran. Seandainya ayah menghukum saya sebagaimana kita
menghukum anak-anak kita, maka apakah saya akan mendapatkan sebuah pelajaran mengenai
tanpa-kekerasan? Saya kira tidak. Saya akan menderita atas hukuman itu dan melakukan hal yang sama lagi. Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa-kekerasan yang sangat luar biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru saja terjadi kemarin.
Itulah kekuatan tanpa-kekerasan.


RELATED POST :
- KOLESSI PANTUN "JAR JIT" TOKOH UPIN DAN IPIN
- BAI FANG LI (kisah pengorbanan yang menyentuh hati)
- Aku Pernah Datang dan Aku Sangat Penurut (cerita yg memberi kekuatan)
- kahlil gibran 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar